Pengintip

Minggu, 04 Agustus 2013

Aku Takut Aku Lupa 2#

Aku Takut Aku Lupa 2#

Aku pernah menulis tulisan dengan judul seperti ini, ketika papah aku meninggal. Salah satu orang yang aku sayang dalam hidup ini. Akhirnya judul inikembali aku pakai, karena tulisan ini aku dedikasikan untuk orang yang aku sayang.

Kami bertemu secara tidak senggaja dua tahun lalu. Aku melihatnya di salah satu ruangan ketika aku berjalan di sebuah lorong. Dia berada di balik pintu sedang mengotak ngatik kamera. Dia sadar dengan keberadaanku saat itu. Kami saling tatap namun berlalu begitu saja. Tapi hati ini menyimpan rasa lain. Ibarat, mungkin itulah mulainya si rasa suka.

Intensitas pertemuan selama dua bulan ternyata membuat kami semakin dekat. Kami bersahabat. Keadaan membuat kami dalam setahun harus terpisah jarak. Terjadi sebuah perpisahan haru dengan sebuah pelukan erat.

Kami masih menjalin silaturahmi lewat sebuah komunikasi. Bertukar kabar dan berakhir dengan cerita sehari-hari. Kadang aku menanti-nanti, apakah akan ada kabar hari ini.
Aku suka, atau mungkin atau sudah mulai jatuh cinta.

Enam bulan berlalu, tak sabar menahan rindu. Aku pulang hanya sejenak dan ya, aku ingin bertemu.

Seharian kita bersama, berbagi cerita, hingga aku dibawa untuk lihat laut biru di sebuah dermaga. Dia memberikan aku hal-hal sederhana yang membuat aku makin jatuh cinta.

Setahun berlalu kami kembali bertemu. Kami banyak melewati hari-hari bersama. Rasanya bahagia. Mungkin orang-orang tidak tahu bagaimana aku bahagianya saat itu.

Satu hal yang membuat kisah bahagia ini terasa sulit adalah perbedaan. Dia dengan dunianya, aku dengan duniaku. Cukup banyak perbedaan, tapi hati kita satu.

Aku ingat ketika aku bilang kita itu punya tujuan yang sama tapi perahu dan arah datang kita berbeda. Ketika kita memutuskan akan berada di perahu yang sama, aku takut akan menjadi pemegang kendali.

"kamu boleh pegang kendali, tapi aku yang akan menentukan arah," itu jawaban dia.

Kami berbincang cukup lama, hingga akhirnya kami yakin untuk berbagi perasaan dan kasih sayang.

Dibalik perbedaan ini semua terasa sempurna. Aku sayang dia.

Dia bagaikan sebuah rumah, yang ketika aku pulang sehingga akan selalu membuatku merasa nyaman.
Dia bagaikan sahabat dalam suka dan duka.
Dia bagaikan malaikat penjaga.
Dia bagaikan pemberi kehangatan.
Dia bagaikan tuan kasih sayang dan tuan setia.
Dia bagaikan pengganti papah yang telah pergi.

Banyak orang yang menganggap remeh tentang hubungan ini. Mereka tidak mengerti dan mereka tidak paham. Mereka tidak merasakan. Perbedaan bukan masalah jika kita memang nyaman menjalankannya.

Delapan bulan berlalu. Perahu masih melaju. Tawa canda berhiaskan pertengkaran. Tapi kami tetap saling sayang.

Hingga sampailah pada pola pikir kami yang ternyata terlalu sering tidak searah. Aku dengan arahku, dia dengan arahnya. Kendali terlalu kupegang erat, hingga dia pun sulit untuk mengendalikan arah. Mungkin tertekan. Selain itu pandangan aku terhadap suatu hal, yang ternyata tidak satu bingkai dengan dia. Prinsip kepercayaan kepada suatu hal ternodai, hingga sulit untuk dibersihkan. Dan juga perbedaan yg menghantui bayangam masa depan.

Lelah.
Aku ingin perahu ini bersandar.
Aku tahu kami belum sampai di tujuan.
Tapi kami sudah tidak terkendali dan memperhatikan arah.
Kami kehilangan arah.
Kami pernah coba untuk kembali berlayar, tapi ternyata kembali kembali bersandar.
Kami sama-sama lelah, dan memutuskan untuk berpisah.
Melupakan mimpi, harapan, dan tujuan, kembali ke ego masing-masing.

Forgive not forget.
Aku tidak akan melupakan perjalanan indah ini. Kita selalu punya cerita bersama, manis dan pahit. Kita hanya perlu memaafkan tanpa perlu melupakan.

Terima kasih my best man, Teguh Waspada.


so good when i see you feel happy and laugh about something :)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar