Pengintip

Kamis, 20 Maret 2014

harus bagaimana?

Sebenarnya terlalu kekinian untuk menulis sesuatu berdasarkan perasaan. Tapi ketika ingin bercerita tapi tidak tahu siapakah yang bisa diajak berbagi, menulis adalah salah satu jalan keluar yang mampu membuat pikiran sedikit lega.

Saat ini bisa dibilang pikiranku sedang buyar berbalut emosi. Aku marah, tapi entah kepada siapa. Aku marah, hingga luapan emosi ini hanya menjadi butir-butir air mata. Dadaku sesak seperti terdesak oleh sebuah balon yang terus mengembang dan sebentar lagi meledak. Nafasku terdengar seperti luapan uap kereta api. Aku marah pada keadaan.

Rasanya hati ini tidak mampu menerima kenyataan, di mana suatu perbedaan itu tdak mudah untuk sejalan. Selalu saja ada sesuatu yang salah, atau aku yang mencari-cari kesalahan? Atau mungkin aku sendiri yang mencari pembenaran? Aku hanya menginginkannya Tuhan, terlepas dari kuasaMu yang mengatur takdir.

Aku tidak tahu maksud dari sebuah pertemuan jika harus ada perpisahan. Tak masalah jika  hanya sepintas lalu, tapi jika perasaan sudah terlibat? Aku tidak tahu lagi artinya. Apa karena aku bermain-main dengan perasaan, padahal sejak awal aku tahu kalau ini tidak mungkin jadi kenyataan. Tapi aku ingin memperjuangkan.

Kenapa Kau harus ciptakan perbedaan jika pada akhirnya harus ada perpecahan. Kenapa harus ada si pintar dan si bodoh, kenapa harus ada si kaya dan si miskin, kenapa harus ada itu semua kalau pada akhirnya tidak bisa bersatu karena keadaan?

Kenapa tidak diberikan kemudahan, ketika memang pada kenyataannya kami melengkapi? Apa kurangnya? Apa ini bukan yanga terbaik? Kenapa tidak jadikan ini yang terbaik? Kenapa? Aku harus marah kepada siapa? Apa aku harus tetima saja? Telan bulat-bulat kenyataan.

Aku tidak bisa terima begitu saja karena ini semua terjadi terlalu manis. Aku terbuai. Menangis pun tidak menyelesaikan apa-apa, hanya seperti orang bodoh ingin terbang ke langit.

Perpisahan ini tidak aku inginkan, cerita ini selesai sebelum waktunya. Jika ditetuskan tidak ada akhir bahagia di ujung sana bukan? Aku tidak pernah bisa paham maknanya. Sekian kalinya aku patah hati karena keadaan.

Bisakah aku meminta? Bisakah aku meminta untuk menjadikan ini lebih mudah.? Aku harus bagaimana agar semesta bisa memeluk mimpiku? Apa aku harus menunggu, apa aku terlalu cepat ambil keputusan? Terlalu banyak pertanyaan sehingga selalu berakhir pada kemarahan. Sehingga pada akhirnya aku hanya bisa terdiam dan menangis. Begitu saja akhirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar