Biasanya setelah pulang dari pendakian suatu gunung,
langsung unggah foto-foto di media sosial. Akibat dari pengunggahan ini suka
ada pesan-pesan yang dikirim secara personal kepada aku. Ada yang bilang “Wah, mba hebat juga gemuk-gemuk bisa naik
gunung.” (Ya, bisa lah, naik angkot juga bisa.) Ada juga yang bilang “Nyampe puncak tuh mba?” (Padahal
fotonya jelas-jelas lagi di puncak. Masnyah maunyah apah, sih?) Ada juga yang
tanya dan konsultasi gimana caranya gendut-gendut bisa sampe ke puncak (Ya,
didaki lah masa gelinding).
Seperti hari ini, yang terbaru, dan ter-fresh from the oven, ada yang kirim pesan di akun instagram aku.
Aku sampai ngikik-ngikik sendiri, ko tiba-tiba jadi kayak konsultan
pendakian untuk para pendaki gendut. Da aku mah apa atuh, aku sendiri
ngos-ngosan sampai gempor kaliiii kalo naik gunung. Jangan dipikir bisa
bergerak lincah seperti kancil. Hahahaha.
Tapi kejadian itulah yang membuat aku terinspirasi membuat
tulisan ini (meumpeung belom ada inspirasi untuk nulis tesis). Orang berbadan
gendut sering kali dipandang sebelah mata, sering dianggap tidak mampu
melakukan aktivitas fisik, dan sering kali dianggap sebagai beruang sirkus yang
lucu. Sehingga kadang banyak orang gendut yang pada akhirnya minder untuk
beraktivitas fisik, dan lebih memilih untuk melakukan aktivitas yang sekiranya
tidak akan mendapat nyinyiran dari pemirsa. So, sad!
Aku sebagai orang gendut ingin mematahkan opini publik yang
seperti itu. Aku aktif berolah raga, dari SMA. Biarin aja kalo larinya lambat
juga, kan yang penting lari. Biar aja kalo lemaknya goyang semua namanya juga
gendut. Biar aja kalo dibiilang cepet cape, namanya juga olahraga mana ada yang
enggak cape. Aku ikut cabang olahraga hoki, suka diejekin, bahkan ditaro jadi
kiper. Aku sih terima-terima aja. Asik tau, cuma diem di gawang. HAHAHA. Tapi
siapa sangka begitu aku kuliah jadi atlet sampe Pra PON.
Setelah tidak aktif di hoki, aku mulai suka jalan-jalan. Aku
suka backpackeran ala-ala, modal dikit tapi keliling ke mana-mana. Tadinya
hanya ke kota-kota besar aja jadi turis, tapi lama-kelamaan jadi penikmat
wisata alam. Kategori “gunung” yang paling pertama aku datengin itu Gunung
Bromo, sekitar tahun 2009. Dari
perjalanan itu jadi suka banget naik gunung.
Dulu tenaganya masih tenaga atlet, jadi enggak ada masalah.
Sekarang tenaganya tenaga perut gendut, jadi perlu banyak banget persiapan.
Pernah sekali waktu pergi ke Gunung Pangrango, kalau tidak salah tahun 2013. Berasa
badan kuat-kuat aja pergi (merasa masih jadi atlet) di tengah jalan memble banget!!! Bahkan sebelum sampai
Kandang Badak, udah gak kuat jalan. Harus ditarik dan di dorong sama teman,
bahkan ranselnya dibawain. Hadeuuuuh... kacau. Gara-gara kejadian ini aku jadi
melakukan berbagai persiapan setiap mau naik gunung.
Apa saja persiapannya untuk para pendaki gendut? Ini dia:
1. Kurangi berat badan
Setidaknya kita tidak dalam keadaan gendut-gendut banget
saat akan melakukan pendakian. Kita yang tahu bagaimana kondisi tubuh kita,
berat banget atau berat ajah. Aku
biasanya 3 bulan sebelum berangkat udah mulai mengontrol asupan makanan yang
masuk ke dalam tubuh. Selain itu juga disiplin untuk memilih makanan yang sehat
dan mengonsumsi buah-buahan. Untuk pendakian menuju Semeru, aku diet ketat
sampai turun berat badan hingga 9 kilo. Enggak keliatan, sih (sedih). Tapi aku
merasa tubuh aku menjadi lebih ringan.
2. Olahraga
Yang namanya naik gunung itu capek, pake banget. Kita
mendaki bukan cuma jalan jauh. Sehingga butuh banget fisik yang kuat. Jangan
pernah beranggapan kondisi fisik kita akan sama dengan teman yang badannya
kurus dan bakal menyeimbangi mereka ketika berjalan. Kita sebagai pendaki
gendut akan jalan lebih lambat dari teman-teman yang lain. Jangan kecil hati,
biar lambat kita harus mampu jalan terus. Tetap berjalan dengan langkah yang
konstan, dan mengatur napas. Untuk bisa seperti ini kita harus punya bekal
dengan olahraga sebelum berangkat.
Menu olahraga aku lumayan berat ketika akan mendaki gunung.
Karena aku selalu menetapkan targetku untuk sampai puncak, maka harus banget
fisiknya kuat. Seminggu aku lari 3 kali dan setiap lari harus mencapai jarak 5
kilometer dengan waktu yang konstan (biasanya akan butuh waktu 50-55 menit). Aku
gak mampu lari lebih cepat dari itu, maklum badannya berat hehehe. Ketika lari
aku mengatur ritme pernapasan. Dua langkah aku menghirup napas, dan dua langkah
kemudian buang napas. Napas aku usahakan dari hidung, karena kalau menggunakan
mulut akan membuat mulut kering. Tapi jika badan sudah dalam keadaan lelah aku
mulai menggunakan pernapasan lewat hidung dan mulut. Tarik napas lewat hidung
dan dibuang dari mulut.
Dalam satu minggu, aku juga masih menyempatkan diri untuk
zumba dan berenang. Pokoknya gerak terooooos jangan sampe kendor.
3. Makan Enak
Sehari sebelum berangkat aku makan enak dulu di restoran
mahal, hadiah buat si tubuh gendut yang udah digenjot terus buat olah raga.
Lagian kan besok juga bakal olahraga lagi di gunung HAHAHA.
Selain persiapan ada beberapa tips untuk pendaki gendut yang insyaalloh kepake:
- 1. Bawa ransel jangan yang terlalu besar, bawa yang ukuran sedang (35-50 liter). Isi dengan perlengkapan yang dibutuhkan. Kalau gak butuh-butuh banget mendingan gak usah dibawa. Semakin ringan tas akan semakin memudahkan kita untuk berjalan.
- Janjian dengan seorang teman untuk “Jangan tinggalin aku, yah. Kamu tega aku jalan sendirian?” hahaha *drama*. Kita pasti akan berjalan lebih lambat dari teman-teman yang lain, sehingga gunakan teknik buddy system. Lagian di gunung jangan jalan sendirian juga, minimal berdua.
- Jangan istirahat terlalu lama, semakin lama tubuh akan semakin dingin. Ketika sudah dingin biasanya malas bergerak inginnya selimutan terus bobo. Aku biasanya pake jurus 5! Setiap kali merasa lelah, diam sebentar lalu tarik nafas 5 kali terus lanjut jalan. Atau jurus 20 langkah. Sebisa mungkin terus melangkah sebanyak 20 kali, kalau udah dapet 20 langkah baru boleh tarik napas 5-10 kali. Aku pribadi jarang istirahat sambil duduk, biasanya tetap berdiri sambil mengatur napas. Duduk kalau udah cape pake banget. Jangan lupa lepas ransel ya, kasih kendor dikit lah buat badan.
- Mengatur napas seperti saat olahraga lari. Anggep aja kita lagi lari. Kalau lari aja bisa, pasti naik gunung juga bisa.
- Ngantongin makanan. Perut gendut pastinya cepet laper. Kalau udah laper biasanya aku mulai males gerak. Aku taro beberapa snack batangan atau coklat di kantong baju. Biar kalo laper bisa ganyem sambil jalan gak perlu berhenti untuk bongkar-bongkar tas. Hemat tenaga.
- Bawa trekking pole, lumayan bisa menopang badan dan menjadi penyangga ketika lelah.
- Niat yang kuat. Semakin niat, semakin kuat, semakin mendekati puncak. Jangan pantang menyerah. Gengsi sama temen juga boleh. Gengsi ini cukup membantu aku, lo! HAHAHAHA.
- Yang paling penting sesuaikan dengan keadaan fisik dan kekuatan tubuh. Yang tahu badan kita cuma kita sendiri, bukan orang lain. Ketika memang sudah merasa tidak mampu, jangan dipaksakan. Berarti titik kita berhenti itulah puncak kita. Toh puncak gunung gak pindah-pindah, masih ada lain waktu untuk bisa ke sana. Contohnya, nih, aku naik Semeru itu udah 3 kali. Tapi baru pendakian yang ke-3 aku bisa sampai puncak. Yang penting tetap semangat :)
Oke semuanya, semoga berhasil!
Salam,
Melissa, si pendaki gendut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar