Pengintip

Minggu, 29 September 2013

Apa Rencana Tuhan di Tahun ke 27?

Malam ini malam menuju tahun ke-27.
Merasa biasa-biasa saja hingga hanya bisa termenung.
Termenung dengan apa yang telah terjadi akhir-akhir ini.
Termenung dengan keputusan yang akan dan telah diambil.
Termenung dengan apa yang terjadi di hari nanti.

Setahun yang lalu ketika aku bangun pagi di usia ke 26, aku berada di atas tempat tidur yang keras. Terbangun oleh kokok puluhan ayam, dan udara dingin yang menggigit. Tidak ada perayaan, tidak ada kue ulang tahun berhias lilin yang bisa kutiup sambil mengucapkan harapan dalam hati. Seorang diri tersenyum, berdoa dan bersyukur bahwa Tuhan sudah beri aku kesempatan untuk hidup. Tuhan memberikan aku kesempatan untuk berada di Desa Indraloka Tulang Bawang Barat dan memaknai hidup.

Siapa sangka, murid-muridku di sana mengetahui hari lahirku ini. Mereka mengucapkan selamat dan memberiku bingkisan-bingkisan kecil yang luar biasa. Menyisihkan uang jajan hanya untuk memberikan satu piring kue cokelat untuk gurunya. Siapa yang tidak terenyuh. Perayaan terindah dalam hidupku. Ditengah kesendirian tapi mereka mengisi kekosongan-kekosongan hati yang ada.

Sungguh berbeda hari ini. Aku sudah kembali berada di dalam kamar yang cukup luas, ber-AC, tempat tidur yang empuk, selimut yang hangat, listrik berlimpah yang membuat semuanya menjadi terang. Nyaman dan tenang. Pekerjaan pun cukup menyenangkan hingga bikin badan mengembang, perut selalu kenyang.

Tuhan sudah kasih aku sahabat-sahabat yang mengisi kekosongan.
Tuhan juga sudah kasih seseorang yang benar-benar sayang, walaupun terbentang dinding perbedaan.
Tuhan kasih mamah kesuksesan dan kesehatan, serta memberi aa sedikit pencerahan.
Semoga Tuhan juga sudah memeluk papah di sampingnya untuk beristirahat dengan tenang.

Terima kasih Tuhan atas apa yang sudah Kau beri. Maaf, jika aku masih kurang bersyukur.
 
Aku ingin berputar lagi, tidak ingin seperti seratus perak yang tergeletak.
Aku belum merasa berbuat apa-apa.
Masih merasa kosong.
Aku ingin mengisi celah-celah yang kosong dengan banyak hal yang berguna.
Bukan hanya oleh nafsu dan ego semata.
Aku ingin melihat seluruh ciptaan-Mu Tuhan, aku ingin berbagi dengan seluruh hamba-Mu.

Tuntun aku Tuhan, semoga di usia 27 ini aku semakin tangguh dan semakin teguh :)
Selalu libatkan aku dalam setiap rencanamu, agar semua terasa semakin lebih sempurna.

Minggu, 04 Agustus 2013

Aku Takut Aku Lupa 2#

Aku Takut Aku Lupa 2#

Aku pernah menulis tulisan dengan judul seperti ini, ketika papah aku meninggal. Salah satu orang yang aku sayang dalam hidup ini. Akhirnya judul inikembali aku pakai, karena tulisan ini aku dedikasikan untuk orang yang aku sayang.

Kami bertemu secara tidak senggaja dua tahun lalu. Aku melihatnya di salah satu ruangan ketika aku berjalan di sebuah lorong. Dia berada di balik pintu sedang mengotak ngatik kamera. Dia sadar dengan keberadaanku saat itu. Kami saling tatap namun berlalu begitu saja. Tapi hati ini menyimpan rasa lain. Ibarat, mungkin itulah mulainya si rasa suka.

Intensitas pertemuan selama dua bulan ternyata membuat kami semakin dekat. Kami bersahabat. Keadaan membuat kami dalam setahun harus terpisah jarak. Terjadi sebuah perpisahan haru dengan sebuah pelukan erat.

Kami masih menjalin silaturahmi lewat sebuah komunikasi. Bertukar kabar dan berakhir dengan cerita sehari-hari. Kadang aku menanti-nanti, apakah akan ada kabar hari ini.
Aku suka, atau mungkin atau sudah mulai jatuh cinta.

Enam bulan berlalu, tak sabar menahan rindu. Aku pulang hanya sejenak dan ya, aku ingin bertemu.

Seharian kita bersama, berbagi cerita, hingga aku dibawa untuk lihat laut biru di sebuah dermaga. Dia memberikan aku hal-hal sederhana yang membuat aku makin jatuh cinta.

Setahun berlalu kami kembali bertemu. Kami banyak melewati hari-hari bersama. Rasanya bahagia. Mungkin orang-orang tidak tahu bagaimana aku bahagianya saat itu.

Satu hal yang membuat kisah bahagia ini terasa sulit adalah perbedaan. Dia dengan dunianya, aku dengan duniaku. Cukup banyak perbedaan, tapi hati kita satu.

Aku ingat ketika aku bilang kita itu punya tujuan yang sama tapi perahu dan arah datang kita berbeda. Ketika kita memutuskan akan berada di perahu yang sama, aku takut akan menjadi pemegang kendali.

"kamu boleh pegang kendali, tapi aku yang akan menentukan arah," itu jawaban dia.

Kami berbincang cukup lama, hingga akhirnya kami yakin untuk berbagi perasaan dan kasih sayang.

Dibalik perbedaan ini semua terasa sempurna. Aku sayang dia.

Dia bagaikan sebuah rumah, yang ketika aku pulang sehingga akan selalu membuatku merasa nyaman.
Dia bagaikan sahabat dalam suka dan duka.
Dia bagaikan malaikat penjaga.
Dia bagaikan pemberi kehangatan.
Dia bagaikan tuan kasih sayang dan tuan setia.
Dia bagaikan pengganti papah yang telah pergi.

Banyak orang yang menganggap remeh tentang hubungan ini. Mereka tidak mengerti dan mereka tidak paham. Mereka tidak merasakan. Perbedaan bukan masalah jika kita memang nyaman menjalankannya.

Delapan bulan berlalu. Perahu masih melaju. Tawa canda berhiaskan pertengkaran. Tapi kami tetap saling sayang.

Hingga sampailah pada pola pikir kami yang ternyata terlalu sering tidak searah. Aku dengan arahku, dia dengan arahnya. Kendali terlalu kupegang erat, hingga dia pun sulit untuk mengendalikan arah. Mungkin tertekan. Selain itu pandangan aku terhadap suatu hal, yang ternyata tidak satu bingkai dengan dia. Prinsip kepercayaan kepada suatu hal ternodai, hingga sulit untuk dibersihkan. Dan juga perbedaan yg menghantui bayangam masa depan.

Lelah.
Aku ingin perahu ini bersandar.
Aku tahu kami belum sampai di tujuan.
Tapi kami sudah tidak terkendali dan memperhatikan arah.
Kami kehilangan arah.
Kami pernah coba untuk kembali berlayar, tapi ternyata kembali kembali bersandar.
Kami sama-sama lelah, dan memutuskan untuk berpisah.
Melupakan mimpi, harapan, dan tujuan, kembali ke ego masing-masing.

Forgive not forget.
Aku tidak akan melupakan perjalanan indah ini. Kita selalu punya cerita bersama, manis dan pahit. Kita hanya perlu memaafkan tanpa perlu melupakan.

Terima kasih my best man, Teguh Waspada.


so good when i see you feel happy and laugh about something :)





Jumat, 14 Juni 2013

Maybe when we hate each other, it much easy for us to forget that we ever loved each other. This is hard, but believe this is the best for us.
You come to my life for some reason, and you are the sweetest, the nice, and the best moment in my life. But the universe not being with us. Thanks for all you did.

-14 June 2013 -
Me, a mean girl

Minggu, 09 Juni 2013

too much

too much tear
too much different
too much distrust
too much fight



should i end this hard relationship?

Rabu, 15 Mei 2013

Bersyukur


Setahun lalu aku bergerak  untuk meninggalkan zona nyaman untuk membuka mata bahwa dalam hidup ini ga selamanya hanya hura-hura. Tuhan kasih kesempatan agar aku bisa melihat bagaimana kehidupan di ujung sana yang jauh berbeda dengan kehidupan disekitarku. Hidup bukan untuk diri sendiri tapi untuk orang lain. Perasaan muak ingin berontak kadang hinggap, tapi salah seorang teman mengingatkan, “di sini kita harus mau terinjak-injak”.

Buat aku meruntuhkan ego dan mengikis gengsi adalah sulit. Rasa itu mungkin tertanam dan mengakar dalam diri. Tapi rasanya setahun kemarin itu adalah sebuah tamparan keras bahwa aku ini bukan siapa-siapa, manusia biasa yang tidak punya kuasa. Aku hanya ingin berbuat baik dan menularkan kebaikan.

Hari ini aku sudah berada dalam ramainya ibu kota. Kembali dengan dunia yang penuh dengan fatamorgana. Tapi Tuhan, tetap membuatku waspada bahwa hidup ini bukan sekedar hura-hura. Aku sendiri terkadang goyah jika melihat fakta-fakta di depan mata ketika keidealisan yang telah aku coba tanam mulai terkikis. Aku merasa kembali hanyut dalam fatamorgana yang ternyata realita.

Jangan sampai satu tahun itu sia-sia. Sebenarnya semua bisa bertahan ketika aku bersyukur dan yakin bahwa aku bisa.

Bersyukur Melissa, dengan apa yang ada, dengan apa yang kamu punya, dan pengalaman yang kamu terima. Bersyukur hingga hari ini kamu selalu bertemu dengan orang-orang yang menjadi pemandu dan orang-orang yang mengingatkanmu tentang kehidupan yang tak terlihat di depan mata. 

Senin, 25 Maret 2013

Positif !

"Gue inget kata-kata lu Mel, waktu lu tinggal di desa pasti bawaannya positif melulu," kata salah seorang teman ketika kita menghabiskan waktu dengan ngobrol sampai pagi. Pikiran jadi terbang melayang-layang ke memori satu tahun yang lalu.

"Siapa yang bisa menjawab pertanyaan ini?" Hening tanpa jawaban, aku pun menghela nafas lalu tersenyum memandang murid-muridku itu dan melanjutkan pelajaran.

"Mungkin kita bisa mengembangkan sekolah ini jauh lebih baik apabila kita berusaha sepenuh hati!" Dijawab dengan sebuah anggukan basa-basi lalu memalingkan kepala dan mencari obrolan lain. Aku kembali tersenyum dan menghela nafas, lalu berfikir mungkin kata-kata yang kupilih belum bisa meyakinkan rekan-rekan guru.

"Saya akan mulai membersihkan perpustakaan. Bapak atau ibu jika ingin melihat dan merancang perpus bisa ikut dengan saya." Hingga 4 jam kemudian perpustakaan sudah bersih, tidak ada satu batang hidung pun yang muncul. Aku mengunci pintu perpustakaan, tersenyum dan kembali menghela nafas lalu berkata kepada diri sendiri yang penting anak-anak bisa baca buku di tempat ini.

Sebenarnya tenggorokan ini tercekat, mata terasa panas ingin sekali menangis. Tapi ketika itu ceritanya bukan tentang diri aku sendiri tapi untuk orang lain.

"Kita harus sabar, di sini kita harus berlapang dada walaupun diinjak-injak oleh orang lain," begitu kata salah satu teman.

Pertamanya aku tidak bisa menerima hal itu, tapi lama kelamaan keangkuhan ini terkikis. Aku bukanlah siapa-siapa, ketika berhadapan dengan dunia yang berada di luar zona nyaman. Keegoisan dibuang jauh-jauh. Tapi rasa nasionalis, kepemimpinan, tulus, ikhlas, lapang dada, pengertian disemai hingga mengakar dalam hati. Kaki melangkah keluar rumah pun menjadi sesuatu yang berharga. Dalam waktu 1 tahun menjadi sekolah kehidupan yang sangatlah berharga, walaupun tidak mendapat gelar apapun.

Tidak terasa waktu berlalu, hari berganti, kembalilah aku di sini, JAKARTA!

Jika ada pilihan lain, mungkin aku memilih untuk tidak berada di sini. Kota besar yang sepertinya tidak punya hati. Maaf, tapi ini yang ada di dalam hati. Semua orang terburu-buru mementingkan diri sendiri, berdesakkan, saling dorong, sikut, istilahnya "YANG PENTING GUE NYAMAN, ELO YA ITU SIH PROBLEM LO!"

Tidak ada lagi senyuman, tarikan nafas, lalu hembusan aura positif. Tegang, keras, sesak, padat, persaingan, dan memuakkan. Tidak tahu yang mana teman yang mana lawan. Seolah-olah ketika kita menerapkan nilai-nilai "kemanusiaan" justru menjadi korban. Sistem yang lambat laun merubah pribadi menjadi seorang robot yang menjemukkan dan kapitalis. Ketika berbuat sesuatu yang positif, malah ditimpali hal-hal yang negatif. Justru yang negatif lah mendapat nilai lebih!

Bahkan tidak jarang, anggukan kepala dan senyuman yang kita berikan dibalas dengan tatapan sinis dan buang muka. Rasanya hati ini lebih teriris, toh anggukan dan senyuman bukanlah barang mahal bukan?

Saat ini aku resah, aku resah akan kehilangan nilai-nilai yang aku dapatkan tempo hari. Aku ingin segala sesuatu yang positif itu kembali. Bahkan aku jadi bingung sendiri bagaimana mengembalikan itu semua? Aku seperti terhanyut dalam alur kota besar ini.

"Carilah kegiatan positif di akhir pekan, bertemu dengan orang-orang yang memiliki jalan pikiran yang sama untuk berbagi cerita. Jangan sampai nilai-nilai yang kamu tanam hilang begitu saja," kata seorang yang pernah menjadi fasilitatorku waktu itu. Kami bertemu tanpa sengaja di sebuah ruang tunggu. Pembicaraan singkat yang membuatku yakin, aku masih bisa mempertahankan nilai-nilai positif yang aku dapat dengan cara yang berbeda. Sebenarnya tidak ada yang tidak mungkin, hanya saja merasa resah.

Mungkin semua bisa dimulai kembali setelah aku selesai menulis tulisan ini, hingga tidak hanya menjadi sebuah wacana belaka. Positif :)

Kamis, 21 Februari 2013

Sebuah tas untuk kado ulang tahun.


Kalau tidak salah, 21 Februari 2007. Papah berulang tahun ke – 62.


Waktu itu aku baru saja mendapatkan bonus karena berhasil merai medali emas dari cabang olahraga hoki di Porprov X di Karawang. Bonus itu aku tabung tidak pernah kupakai, hingga akhirnya aku memutuskan untuk membelikan sebuah tas untuk kado ulang tahun papah. Tas kecil berwarna hitam yang digunakan papah untuk menyimpan dompet, hp, dan printilan lainnya. Karena sebelumnya aku melihat tas kesayangannya sudah mulai usang.

Ketika pulang, aku langsung memberikan kado ulang tahunnya. Papah senang bukan kepalang. Karena itu adalah hadiah pertama yang aku belikan untuknya dari hasil jerih payahku sendiri. Siapa sangka, itu adalah hadiah pertama dan terakhir dariku untuknya.

Tas pemberianku itu selalu dipakai olehnya. Bahkan ketika Papah menghembuskan nafas terakhirnya 1 tahun 10 bulan dan 6 hari yang lalu, tas ini ada di sampingnya.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat dan banyak yang telah terjadi hingga aku berada di posisiku saat ini. Ingin rasanya aku membelikan kembali tas untuknya, tapi apa daya. Sebuah untaian do’a mungkin lebih diinginkannya saat ini.

Selamat ulang tahun Papah.
Rindu ini tak mungkin terbalas, tapi untaian do’a dariku tak ada batas.
Semoga Papah sudah tenang berada di atas sana, memandangku dari sisi-Nya.

Selasa, 19 Februari 2013

why oh why?

Am I falling in love with a wrong guy?

But,
Why if he stand beside me, I feel safe?
Why if I need somebody, he will come to help me?
Why if I feel sad, he will listening all my sad story?
Why if I want to do something, he will did it for me?
Why if I feel not comfortable with something, he will trying to make me comfortable with it?
Why if I can't understood him, he always understood me?

That's sound perfect right?

But,
Why too many differences between us?
Why a lot of things, that we should to think about?
Why every single days, we realize that our relationship it's getting hard?

Hiks, :'(
Too much question here.
Too much questions there.

We just believe that we will get our own happiness, from our differences.

Just let it flow, until the universe answered all these questions.