Pengintip

Senin, 25 Juni 2012

Kaki-kaki Tanpa Sepatu

Anak-anak itu berlarian kesana kemari. Yang aku perhatikan mereka berlarian tanpa menggunakan sepatu, mereka berlarian dengan kaki telanjang.

Beberapa waktu lalu aku melihat acara televisi yang berisi tentang kabar para selebriti. Sudah lama rasanya aku tidak menonton acara seperti ini, mengingat di daerah penugasanku belum ada listrik. Sehingga kegiatan menonton acara televisi pun bukan menjadi prioritas. Tapi itu tbukan hal penting yang harus dikeluhkan, karena begitu aku kembali menonton televisi sepertinya tidak ada satu pun acara yang menarik dan berkualitas. Isinya hanyalah acara-acara yang dengan mudah memberikan pola pikir menjadi instan.

Dalam acara tersebut diceritakan bagaimana seorang selebriti mengoleksi sepatu dengan berbagai jenis dan tentu saja dengan harga yang luar biasa. Semua sepatu tertata dengan rapih di dalam lemari kaca. Aku segera melihat tumpukan sepatuku, berbeda sekali kondisinya dengan sepatu si selebriti. Sepatu-sepatu Aku bertumpuk tak tahu arah dan tujuan, berdebu, dan butut.

Tiba-tiba aku teringat dengan sepatu murid-muridku. Seorang anak bisa dipastikan hanya memiliki satu pasang sepatu. Sehingga bagi mereka sepatu itu menjadi barang yang sangat penting, bahkan demi keawetan sepatu, mereka rela tidak menggunakan sepatu ketika beraktifitas. Bahkan suatu hari aku mendapati si Mukhlis yang jalan terpincang-pincang karena dia menginjak benda tajam. Mereka pun rela kakinya terluka demi sepasang sepatu yang tetap dalam kondisi yang bagus.

Tidak jarang aku harus bawel memeringatkan mereka agar menggunakan sepatu di dalam kelas. Bahkan ketika memulai pelajaran, aku harus berkeliling dulu memastikan semua kaki menggunakan sepatu, tidak ada yang telanjang.

Ketika lonceng pulang berbunyi, yang terjadi adalah anak-anak itu melepas sepatunya, mereka pun pulang berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh tanpa alas kaki. Padahal matahari siang sedang bertugas, jalanan penuh debu dan bebatuan. Bahkan, ketika hujan turun yang menyebabkan jalan berlumpur dan kotor, mereka datang dan pergi ke sekolah tidak menggunakan sepatu, begitu di kelas baru sepatu pun dipakai.

Setiap pelajaran olah raga pun mereka meminta izin kepadaku untuk melepas sepatunya. Mereka tidak mau sepatunya rusak ketika dipakai saat berlari atau meloncat. Aku pun tidak berkeras hati untuk melarangnya, aku hanya mengatakan agar mereka hati-hati jangan sampai kakinya terluka.

Ketika aku tanyakan alasan mereka kenapa lebih memilih tidak menggunakan sepatu mereka pun menjawab:

"Di sini memang seperti itu buk, semua awet-awetan sepatu. Biar sepatunya tidak cepat rusak."

Dalam hati Aku tertawa dan mengutuk diri sendiri. Lihatlah anak-anak ini, hidup di tengah kesederhanaan bukan menjadikan mereka menjadi-jadi dan menuntut keadaan yang lebih baik. Tapi mereka mencari cara untuk bertahan, dengan cara mereka sendiri. Betapa mereka menghargai apa yang mereka punya dan menjaganya. Ini semua dilakukan oleh anak sekolah dasar.

Aku? hahahahaha (tertawa miris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar