Pengintip

Minggu, 10 Juni 2012

Kenangan Lewat Sebuah Lagu

Seorang pujangga memberikan apresiasi terhadap perasaannya melalui sebuah puisi romantis. Tapi untuk khalayak umum perasaan lebih sering tersirat dari sebuah lagu.

***
Aku adalah seseorang yang tertarik  dengan kebudayaan. Selama aku tinggal dan menjadi guru di Tulang Bawang Barat, aku selalu tertarik dengan kebudayaan yang masih dilestarikan oleh orang-orang yang tinggal di kampung Bali. Mereka adalah transmigran yang berasal dari Bali dan beragama Hindu. Hampir seluruh rumah berhiaskan pura untuk sembahyang. Di hari-hari tertentu mereka sering membuat sajen. Yang paling lucu anak-anak dari kampung Bali suka datang ke rumahku untuk belajar tambahan. Jika ada perayaan keagamaan mereka selalu datang sambil membawakan kue-kue.

Sering kali lagu-lagu Bali berkumandang, sehingga aku selalu menyenangkan hati dengan menganggap bahwa aku ini sedang berada di Bali. Mungkin perbedaannya kalau di Bali aku bisa melihat pantai, kalau di sini aku hanyalah sebatas kolam lumpur. Lagu Bali ini khas sekali dengan dentingan-dentingan gamelan. Tanpa disadari ketika mendengar musik dengan tipe seperti itu, alam bawah sadar aku langsung mengatakan bahwa itu adalah musik Bali.

Aku jadi berpikir untuk mengajarkan muridku beberapa kebudayaan Sunda, khususnya dalam bentuk lagu. Aku ingin seperti dentingan lagu Bali tadi, begitu didengarkan aku ingin sekali seluruh murid aku akan mengingat aku. Aku ingin memberikan kenangan yang aku berikan bukan dalam bentuk barang, tapi dalam bentuk memori. Benda mungkin akan hilang tapi jika memberikan memori pasti akan selalu tersimpan dengan rapih. Apalagi memori dari seorang guru untuk muridnya :')

" Abdi teh ayeuna gaduh hiji boneka
Teu kinten saena sareng lucuna
Ku abdi di erokkan 
Erokna sae pisan
Cik mangga tinggali boneka abdi"

Lagu ini pendek dengan syair bahasa sunda. Nadanya pun mudah diingat dan ceria. Sekejap saja muridku ini sudah bisa menyanyikan dengan nada dan irama yang tepat. Bahkan aku selalu meminta mereka bernyanyi untukku. Satu anak tiba-tiba berkata:

"Buk, waktu itu Buk Yuni (guru yang bertugas sebelum aku) juga ngajarin lagu daerah Makasar, judulnya Ikateri."
"Kalian masih ingat lagunya?"
"Masih dong Buk!"

Benarkan apa yang aku bilang, memori itu melekat dengan sempurna. Mereka bernyanyi lagu daerah  Makasar tersebut. Nadanya pelan, sehingga tiba-tiba suara anak yang paling keras berhenti, dan diikuti teman sebelahnya yang juga tiba-tiba berhenti. Lama-lama mereka semua berhenti bernyanyi. Bukan karena lupa liriknya, tapi mereka menangis. Tiba-tiba semua anak menangis mengingat guru yang telah mengajari mereka selama satu tahun sebelum aku. 

Tenggorokkan aku tercekat juga melihat kejadian ini. Mataku basah, dan hampir aku ikut menangis. Tapi aku selalu berjanji untuk tidak pernah menangis di depan murid-muridku ini. Akhirnya aku meminta mereka menyanyikan kembali lagu yang aku ajarkan, aku sepertinya baru saja menguak rindu di hati kecil mereka.

Aku memilih lagu yang tepat sepertinya, lagu singkat bernada ceria. Walaupun pengalaman kami singkat hanya  satu tahun saja, aku ingin mereka selalu mengingat keceriaan yang aku berikan. Semoga dengan kenangan lewat lagu ini mereka tidak menangis suatu saat nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar