Pengintip

Minggu, 15 November 2015

Pesan Angkuh

Tetiba setelah sekian lama pesan itu masuk ke dalam telepon genggamku. Pesan singkat yang menyatakan kamu sudah mampu untuk mengganti apa yang sudah kamu rusak. Aku membacanya tanpa rasa.

Apakah kamu pernah sadar bahwa yang aku mau itu bukan masalah uang pengganti. Yang aku mau itu tanggung jawab. Kamu pikir uang bisa menyelesaikan semua yang sudah kamu lakukan? Aku gak perlu uangmu saat ini. Yang aku butuhkan adalah tanggung jawabmu pada saat itu. Apa kamu memberikannya? Tidak. Kamu membiarkan aku dalam kesulitan seorang diri. Dari saat itu aku pun memutuskan untuk sudah, tidaklah perlu lagi aku menunggu tanggung jawabmu. Toh menyelesaikannya sendiri pun aku mampu. Dan aku sudah tidak peduli lagi.

Tanpa ada kata maaf, tanpa ada ungkapan penyesalan, dengan kesan angkuh sudah mampu mengganti kerusakan, apa iya aku dengan mudahnya mau menerimanya? Aku bukan perempuan murahan yang dengan mudah mau2 saja menerima uang pengganti. Aku akan diam dan melihat apa yang bisa kamu lakukan untuk bertanggung jawab. Dan ini semua bukan masalah uang, tapi masalah tanggung jawab.

Minggu, 18 Oktober 2015

Hai Perempuan

Hai perempuan, jagalah kamu punya kemaluan.
Jangan pernah kamu umbar hanya dengan modal sayang.
Karena nanti kau akan dibuat mabuk kepayang lalu akan berakhir di ranjang.
Ketika sudah kau berikan, kau ini hanya dibuang, laki-laki itu bajingan.

Hai perempuan, simpan baik-baik kau punya kepercayaan.
Janganlah kau mudah percaya kepada kata-kata berbalut pujian.
Ketika kau berikan kepercayaan, dengan mudah kau ini dipermainkan.
Kepercayaanmu akan habis lalu akan berganti dengan kecurigaan.

Hai perempuan, jagalah kamu punya perasaan.
Janganlah kau tuang banyak-banyak untuk seseorang.
Ketika itu kau lakukan, perasaan kau akan habis terbuang.
Tapi apa yang kau dapatkan? Hanya kenestapaan.

Hai perempuan, janganlah engkau lemah pada sebuah keadaan.
Kita memang bukan diciptakan untuk berperang.
Tapi kita harus bertahan untuk kehidupan, jangan bergantung kepada orang.

Ketika bergantung, kau akan terus bergantung, lalu kau hanya menjadi patung.

Rabu, 14 Oktober 2015

Yang Aku Lupa

Yang aku lupa dari keramaian adalah kesepian.
Yang aku lupa dari kebahagiaan adalah kesedihan.
Yang aku lupa dari jatuh cinta adalah patah hati.
Yang aku lupa dari kehidupan adalah Tuhan.

Rabu, 30 September 2015

Ketika 28 menjadi 29

Setahun berlalu ketika 28 menjadi 29. Banyak hal yang terjadi selama satu tahun ke belakang ini. Semuanya seolah-olah membuat aku berpikir panjang tentang kehidupan. Seperti sudah masanya aku bukan menjadi anak remaja yang hidupnya penuh dengan tawa, tapi seorang wanita dewasa dengan berbagai macam problema. Semua ini terjadi ketika aku mulai berkaca dan melihat flek hitam serta kerutan di wajah, ketika sebagian besar orang sudah memanggil aku “BU” bukan lagi “MBAK”. Ternyata sudah tua.

Di sepanjang tahun ini aku mulai berpikir tentang masa depan. Entah mengapa, tapi rasa-rasanya aku mulai didatangi pikiran untuk mulai membenahi diri dari hal-hal yang remeh agar menjadi sesuatu yang berarti. Datang begitu saja tidak ada rancangan yang dipersiapkan sebelumnya.
Pikiran seperti ini seolah membuat aku bertengkar dengan diri sendiri yang hanya menginginkan senang-senang melulu. Tidak lagi aku menghabiskan uang bulananku untuk hal-hal yang aku suka, tapi aku mulai menabung. Tidak lagi aku malas mencuci muka, tapi alih-alih mempunyai seperangkat kosmetik. Tidak lagi aku menjadi si pemakan segala, tapi mulai mempertimbangkan makanan sehat jauh lebih baik untuk badan. Tidak lagi aku berpikir untuk menghabiskan waktu di pusat perbelanjaan, tapi lebih ingin memandang alam, bersyukur, dan evaluasi diri bahwa di alam semesta ini aku bagai butiran debu. Tidak lagi aku berpikir untuk keliling dunia, tapi aku ingin membuat sekolah di daerah perbatasan Indonesia. Tidak lagi aku berpikir membina hubungan untuk senang-senang, tapi untuk menikah dan meniti masa depan. Semakin segala sesuatunya dipikirkan semakin terasa bahwa hidup di dunia ini bukan hanya sekedar senang-senang saja.

Ada suatu kejadian di mana aku berada di dalam titik terendah dalam hidup aku selama ini. Sepele, tapi cukup mengguncang. Kejadian tersebut membuatku berubah menjadi orang yang sangat amat pesimis. Membuat aku berpikir aku sangat “kecil” di dunia ini dan sendirian. Aku patah hati. Setelah sekian lama aku memupuk hati ini dengan penuh kebahagiaan, dalam sekejap hati aku berantakan. Puing-puingnya berceceran, sehingga aku berusaha untuk menatanya kembali menuju ke bentuk semula, tapi ternyata kosong isinya. Rasanya seperti hilang arah dan hilang tujuan.

Di sinilah aku belajar bahwa kebahagiaan itu enggak bisa dipaksakan. Rencana hanya rencana, Tuhan yang menentukan jalan akhirnya. Seheboh apapun kita bertindak, toh kalau Tuhan berkata tidak ya tidak. Aku memang terbiasa berusaha untuk meraih dan mencapai tujuan hingga berhasil, mungkin saatnya merasakan  tidak semua yang diinginkan bisa terealisasikan. Bukan untuk menjadi pesimis, tapi untuk mengingatkan bahwa hal-hal yang kita inginkan tidak selalu menjadi yang terbaik dan yang kita butuhkan. Aku hanya perlu sabar, ikhlas, dan bersyukur.

Mungkin 29 angka yang tepat untuk mengisi kembali hati yang kosong dengan puing-puing yang berceceran. Jika puingnya hilang maka saatnya mendekatkan diri kepada Tuhan agar diberikan pengganti apa yang hilang. Tuhan sudah kasih aku umur panjang hingga aku masih bisa merasakan indahnya angka 29 ini, di mana aku sudah mendapatkan pekerjaan yang baik, hidup berkecukupan, dan dikasih kesempatan untuk mempelajari ilmu baru untuk menambah pengetahuan serta gelar di belakang namaku.

Terima kasih Tuhan atas apa yang sudah Kau beri. Maaf, jika aku masih kurang bersyukur.
Aku ingin di usia ku yang bertambah ini aku menjadi lebih baik lagi.
Aku ingin melangkah bersama semesta dan berguna untuknya.
Aku ingin menjadi aku yang selalu memperjuangkan impian-impianku.
Aku ingin terselimuti kebahagiaan
Aku ingin mendapatkan sosok seorang imam yang terbaik
Aku ingin membuat mamah bahagia. Aku hanya punya satu dan aku akan berusaha untuknya.

Tuntun aku Tuhan, semoga di usia 29 ini aku semakin tangguh dan semakin berani menghadapi kenyataan :)
Selalu libatkan aku dalam setiap rencanamu, agar semua terasa semakin lebih sempurna.


Rabu, 09 September 2015

Selamat malam semesta

Selamat malam semesta,

Lagi-lagi aku menghabiskan malam bersamamu. Di tengah keheningan, yang mana aku hanya bisa mendengar suara pendingin ruangan yang sesungguhnya tidak terasa dingin. Tapi kenapa di tengah keheningan ini terjadi kegaduhan? Aku menoleh ke segala penjuru, tidak ada apapun yang membuat gaduh. Sepi.

Kupastikan kembali, ternyata kegaduhan tersebut berasal dari dalam kepalaku. Setiap malam ragaku lelah, tapi kepalaku ini nampaknya tidak ada lelah-lelahnya untuk berikir. Ketika perasaan dan logika seperti sedang bertengkar di kepalaku ini. Ketika perasaanku menebar memori dan logikaku menangkisnya dengan hal-hal logis. Masing-masing berteriak membuatku pengak. Belum lagi amarahku yang tiba-tiba ikut berkecamuk dalam pikiran. Semuanya bercampur aduk di tengah keheningan ini.

Semesta, ingin rasanya aku mendapatkan ketenangan dan kenyamanan. Aku ingin pulang ke "rumah", yang memberi aku kenyamanan dan keamanan.
Aku sedih semesta,
Kenapa semunya berakhir seperti ini?

Sabtu, 05 September 2015

Kapan Kawin?

Bulan-bulan sekarang waktunya musim kawin. Ada yang udah ngasih undangan, ada yang udah melangsungkan pernikahan, ada juga yang baru lamaran. Postingan-postingan mereka rasanya mengiris hati. Kadang-kadang aku merasa iri.

Jangan harap aku menjawab ketika ada yang bertanya "Kapan kawin?". Aku aja enggak tahu kapan aku kawin. Jangan sangka aku enggak mau kawin. Pasti maulah. Apalah rasanya ketika reuni cuma aku yg belum gendong bayi. Apalah rasanya ketika kumpul-kumpul harus cepet bubar,  gara-gara pada udah harus ngurus anak dan suami. Galau. Karena kalo aku pulang cepat-cepat nyampe rumah gak ada yang nunggu.

Tapi bukan berarti alasan aku kepingin kawin gara-gara orang lain udah pada kawin. Nope. Alasan terbesar aku adalah umur aku udah tua hahaha. Udah 28 tahun!!! Bentar lagi 29 tahun!!! Tahun depan 30 tahun!!! Aku gak pingin berbeda umur terlalu jauh dengan anakku nanti. Aku pingin aku bisa menjadi teman anakku ketika dia berkembang, tempat anakku cerita ketika ada masalah. Somehow orangtua adalah orang pertama untuk anak-anaknya. Yang lainnya adalah, aku udah lelah hidup sendiri. Bayangin aja aku pernah ketiduran di lantai kosan, lengkap dengan tas dan sepatu, karena terlalu lelah habis kuliah. Gak ada yang ngurus, gak ada yang ngingetin, gak ada pula yang nyambut. Sedih ya? Hahaha

Tapi kawin kan gak semudah beli garem di Indomaret. Kawin kan harus ada jodohnya kalau gak ada gimana bisa kawin? Pun kalau udah ada juga harus ada lagi penilaian-penilaian yang lain.

Tuhan,
Aku gak tahu sih kalo aku nulis di sini kira-kira bisa nyampe ke atas sana gak, yah? Tapi aku juga selalu membacanya di habis sujudku. Aku ingin menikah saat umurku 30 tahun. Semoga aku segera diberi jodoh yang bisa menjadi imamku, panutanku, dan bisa membimbing aku dengan baik ke arah yang lebih baik. Imam yang bisa menyayangi aku dan keluargaku dengan tulus, tanpa ada maksud dibelakangnya. Imam yang bisa menafkahiku dan anak-anakku kelak. Imam yang bisa meredam emosi negatifku dan menjadi pelindungku serta keluargaku. Imam yang bisa menjaga kehormatanku. Imam yang bisa mengimamiku sampai akhir hayat nanti.

*elap air mata*

Semoga doaku cepat di jabah, ya Tuhan. Kan, orang-orang lagi malam mingguan.

Terima kasih Tuhan.




Kamis, 03 September 2015

Sebuah Pelajaran

Pagi ini aku membaca sebuah artikel tentang mengapa suatu hubungan percintaan harus diakhiri dan bagaimana caranya mempertahankan hubungan agar harmonis.

Ada baiknya memang hubunganku diakhiri karena memang sudah tidak ada yang bisa dipertahankan lagi. Aku seperti tersentil oleh artikel pertama. Ya,  memang jalan berpisah adalah jalan yang paling tepat. Lagian kami belum terikat apa-apa. Beda halnya jika sudah punya anak. Mungkin aku akan masih mencoba untuk bertahan layaknya ibuku yang mempertahankan rumah tangganya hingga aku sebesar ini.

Pelajaran terbesar yang aku petik semuanya terangkum di artikel kedua. Menjalin suatu hubungan dengan orang lain itu tidak mudah. Ada banyak hal yang harus dilakukan, bukan seketldar romansa dan cinta. Cinta itu fluktuatif, dia bisa berubah menjadi besar tapi sewaktu-waktu bisa menghilang.

Salah satu hal yang cukup penting adalah kepercayaan. Dari awal aku sudah menyimpan kepercayaan kepadanya. Tapi kepercayaan itu dianggap sepele olehnya di awal-awal kami pacaran. Sehingga pada akhirnya kepercayaan aku hilang. Mustinya saat itu adalah waktu yang tepat untuk berpisah, untuk apa aku bertahan jika sudah tidak ada kepercayaan. Tapi bodohnya aku masih berpegang kepada hal-hal yang fluktuatif. Lama-lama seperti bom waktu aku meledak dalam kecurigaan. Bertindak seperti seorang detektif yang menyelidiki segala hal. Untuk apa dipertahankan jika terus-terusan seperti ini? Lelah. Lebih lelah daripada mendaki Semeru. Pikiran dan jiwa tidak tenang bisa-bisa menjadi gila.

Hal lain adalah komunikasi. Diam tidak menyelesaikan segalanya. Jujur memang menyakitkan, tapi itu lebih penting. Tapi apa iya yang namanya sayang ingin menyakiti? Aku yakin tidak. Mustinya dengan berkomunikasi baik semuanya bisa lancar. Kalo disengaja mempersulit komunikasi, yah, sama bagai hilang kepercayaan. Lelah. Yang ada hanyalah pertengkaran dan pertengkaran. Pertengkaran ini bagai dirasuki setan sehingga banyak hal yang bisa dilakukan. Tapi dalam sebuah hubungan ada baiknya juga meredam kemarahan. Dengan komunikasi yang baik dan mengesampingkan ego, aku yakin pertengkaran dan kemarahan bisa dihindari. Karena pada intinya ketika kita memutuskan untuk berhubungan dengan orang pasti dilandasi oleh rasa sayang.

Ketika behubungan dengan orang berarti kita membagi kehidupan dengan orang. Saling menghargai, saling mendukung, dan saling menghormati. Sehingga tidak bisa hidup seenak udel. Asal ada kepercayaan dan komunikasi kita pasti bisa menghargai, mendukung, dan menghormati. Semua berkaitan satu sama lain. Jangan mau seenaknya sendiri, merasa ingin dihargai, didukung, dan dihormati, tapi sikap yang ditunjukkan tidak ada yg mendukung agar kita melakukan semua hal tersebut.

Mungkin di awal-awal pacaran semua terasa indah dan sempurna. Segala perbedaan dan tingkah laku bisa diterima dengan lapang dada. Tapi setelah sekian lama kita akan semakin tau bagai mana dalem-dalemnya. Ego masing-masing akan berjalan. Apalagi ketika sudah memutuskan untuk menikah. Menikah itu bukan sekedar menghindarkan kita dari godaan-godaan, pesta besar untuk mengundang orang. Bayangkan, hingga akhir hayat nanti kita harus menghabiskan hidup kita bersama orang lain yang tadinya bukan siapa-siapa. Banyak hal yang harus dipersiapkan, direncanakan, dan dilakukan. Bukan hanya untuk kehidupan kedua pasangan, tapi kehidupan anak dan hari tua.

"Kalo udah nikah mah rejeki pasti dateng dari mana aja." Gimana pendapatmu tentang pernyataan ini? Menurutku pernyataan ini harus disertai dengan tekad yang kuat untuk berjuang hidup. Bukan disertai oleh kepasrahan. Apa iya, kalo tanpa berjuang tiba2 dapet segepok uang untuk ngebiayain anak kita makan, hidup, dan sekolah? Tidak bisa lah kita mengikuti arus dengan diam. Toh ikan aja melawan arus, yang mengikuti arus cuma (maaf)  tai.

Saat perayaan puncak hari anak tempo lalu, dijelaskan dengan gamblang mengapa kehidupan masyarakat Indonesia banyak yang terikat dalam sebuah siklus. Anak akan berada dalam sebuah siklus yang diwariskan oleh orang tuanya. Jika ia miskin maka akan terus menjadi miskin, kecuali si anak memutuskan siklus tersebut dengan berjuang untuk kehidupan yang lebih baik. Hal ini disebabkan dengan modal "rejeki datang setelah menikah" tapi hanya dibarengi dengan rasa pasrah. Untuk merubah semuanya, memang harus ada bantuan dan dukungan dari orang-orang disekitarnya. Tapi bukan berarti menunggu diam hingga ada peri baik hati datang yang mengubah semuanya.

Beda halnya dengan "rejeki datang setelah menikah" tapi dibarengi dengan perjuangan. Beberapa teman-temanku sudah membuktikannya. Dan itu terlihat sangat indah. Memulai semuanya dari nol bersama-sama. Istri berjuang, suami berjuang, anak senang, semua tenang.

Bukan berarti cinta si fluktuatif dikesampingkan. Tapi kita bisa posisikan dia di nomer 12. Masa iya mau menikah dengan orang yang tidak kita cintai. Nomer 1-11 mungkin bisa berupa hal-hal penting yang harus dipersiapkan dan bersifat tetap. Tapi entahlah, aku belum menikah jadi belum paham betul masalah membina sebuah keluarga.

Pada intinya, semua menjadi sebuah pembelajaran yang sangat bermanfaat untuk aku untuk membina sebuah hubungan.

Senin, 24 Agustus 2015

Kisah 24 Agustus

Aku ingat hari itu 24 Agustus 2014. Sehari setelah dia pergi untuk mengikuti pendidikan Wanadri. Sementara aku sedang berada di Bangkok. Aku enggak bisa melepas kepergiannya karena penerbanganku bertepatan dengan kepergiannya.

Dini hari aku tak bisa tidur memikirkannya. Apakah semua perlengkapannya sudah siap? Apakah fisik dia kuat? Apakah dia akan bertahan? Apakah dia akan baik-baik saja? Begitu banyak pertanyaan. Aku begitu khawatir karena aku tidak ingon kehilangan dia. Satu-satunya yang berharga dalam hidupku.

Sebelum dia pergi kami hanya berbincang singkat via YM.

Hari-hari aku di Bangkok pun selalu dipenuhi pemikiran tentang dia. Entahlah, dia itu bagai candu. Aku selalu membawa foto kami berdua. Setiap tempat yang aku kunjungi selalu aku abadikan foto kami berdua. Seolah-olah kami sedang pergi bersama.

Jika ditanya seberapa besar cintaku kepadanya? Aku akan menjawab sebesar-besarnya benda yang ada di alam semesta. Seberapa sayangnya aku kepadanya? Aku akan menjawab tidak terhitung, karena aku sangat menyayangi dia lebih dari apapun.

Hari ini melihat foto2 tersebut membuat perasaanku terkoyak. Hatiku sakit, tenggorokanku tercekat. Ketika ternyata perasaanku itu tak terbalas. Semuanya percuma dan sia-sia. Karena aku ternyata tidak mendapatkan perasaan yang sama. Aku bukanlah yang teristimewa. Entahlah apa aku ini dianggapnya, mungkin hanya boneka
pelampiasan saja.
     
 Mungkin Tuhan menegurku atas perasaanku yang berlebihan ini. Mustinya semua perasaan itu aku tunjukkan kepada-Nya dan kepada ibuku. Lihatlah ketika semuanya berantakan, hanya ada Tuhan dan Ibu yang berdiri di sampingku, menguatkanku, menenangkanku, menyayangiku dan selalu ada di sampingku. Kemana orang itu? Entahlah aku tak tahu mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Apakah dia pedulu kepadaku? Tentu saja tidak. Apakah dia selalu mengatku seperti aku yang selalu mengingatnya? Mungkin tidak.

Tuhan adalah dzat pembolak balik hati.  Mungkin ini adalah pelajaran yang sangat berharga untuk tidak terlalu menuangkan perasaan kepada seseorang, untuk tidak terlalu percaya berlebihan kepada orang, dan memberikan segalanya kepada orang. Sifat manusia semuanya sama saat yang diinginkan tidak didapatkan dia akan pergi mencari jalan lain untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Sabtu, 22 Agustus 2015

air dan api


Semuanya tersirat dalam lagu Naif. Mengapa kita bagai air dan api. Apa mauku apa maumu bagai masalah yang tak kunjung henti. Bukan maksudku bukan maksudmu untuk selalu meributkan hal yang itu-itu saja.

Kenapa hal yang begitu manis bisa menjadi pahit? Kenapa semuanya gak berjalan mulus?
Kenapa kita gak bisa seiya sekata?
Apakah Tuhan sedang membolak balikan hati?

Lihatlah Tuhan, betapa kami saling menyayangi ketika itu. Dan lihatlah apa yang terjadi saat ini. Hanya ada rasa saling benci.


Kamis, 20 Agustus 2015

Sebuah Akhir


Akhirnya dibuatlah sebuah keputusan. Berat rasanya tapi mungkin yang terbaik.

Beberapa tahun lalu aku mengenal seorang lelaki bernama Teguh Waspada. Orangnya baik dan lucu. Dia selalu melakukan hal-hal aneh yang bisa membuatku gemas dan tertawa terbahak-bahak. Kami pun memutuskan untuk menjalin suatu hubungan.Dari awal aku tahu bahwa kami ini berbeda bagai bumi dan langit. Tapi saat itu aku yakin waktu terus berjalan dan itu semua bisa berubah.

Hubungan kami bukanlah hubungan yang indah layaknya hubungan yang dijalin oleh orang kebanyakan. Mendapatkan apa yang didapatkan oleh perempuan lain hanya menjadi bayang-bayang semu di dalam benakku. Tidak masalah bagiku untuk tidak makan di restoran mahal, tidak masalahlah bagiku aku tidak mendapatkan hadiah di hari ulang tahunku. Tidak masalah, karena aku mendapatkan kasih sayang.

Aku dan dia pun membuat cara bagaimana menjalin hubungan yang sulit ini menjadi manis. Kami melakukan berbagai macam perjalanan. Entah itu perjalanan hingga ujung pulau, puncak-puncak tertinggi di pegunungan, bahkan berputar2 di dalam kota. Menyenangkan ketika menghabiskan waktu bersamanya.

Lambat laun aku mulai merasakan cinta itu bukan segalanya. Ada hal-hal lain yang diperlukan selain cinta untuk membina suatu hubungan. Apalagi ketika ingin menuju jenjang yang lebih serius.

Dalam hati aku sangat yakin dia akan menjadi lelakiku. Lelaki yang akan menghabiskan waktu bersamaku hingga tua nanti. Tidak ada yang sebaik dia memperlakukanku, menyayangiku, memanjakanku, dan rela menyelamatkanku dari sebongkah batu besar yang siap menghantam punggunggu di Gunung Semeru. Siapa yang ingin melepas lelaki seperti ini? Aku yakin tidak ada.

Tapi lagi-lagi perasaan bahwa cinta itu tidak cukup untuk membina suatu hubungan. Banyak faktor lainnya yang harus mendukung cinta. Seperti materi, komunikasi, kepercayaan, tanggung jawab dan rasa saling memiliki. Ketika ada salah satu dari faktor-faktor tersebut tidak diindahkan, maka kisah cinta Dylan dan Milea pun bisa kandas di tengah jalan.

Aku tidak pernah mengerti jalan pikirannya untuk berkomunikasi. Dulu ketika ada suatu masalah dia akan segera menyelesaikannya. Lama-lama dia hanya mendiamkan masalah. Seminggu, dua minggu, bahkan hingga berbulan-bulan. Dia hanya diam. Dalam pikirannya dia ingin membuat aku tenang. Mana ada sih orang yang bisa tenang menjalankan hidupnya ketika dia lagi ada masalah?

Bahkan sekali waktu dia pergi begitu saja. Meninggalkan semua yang sudah dirintis. Karena menurut dia dia tidak bisa bahagia. Sungguh egois, apakah dia berpikir selama ini aku bahagia menghadapi hubungan seperti ini? Saat perempuan lain mendapatkan banyak hal dari pasangannya, aku hanya bisa tarik nafas dalam-dalam dan pura-pura tidak melihat dan mendengar.

Aku cuma berharap dan berharap, karena aku tahu memaksakan apa yang aku inginkan kepadanya itu sangatlah sulit. Tidak bisa, karena di luar kemampuannya. Sehingga aku hanya bisa marah. Dengan harapan dia akan terpacu untuk melakukan sesuatu untukku. Tapi tidak ada yang terjadi. Amarahku hanya didiamkan begitu saja.

Entahlah sengaja atau tidak, tapi dia selalu membuatku marah. Padahal dia tahu hal-hal yNg tidak aku suka. Tapi kenapa dia selalu saja melakukannya. Padahal itu semua hal-hal kecil seperti cepat membalas ketika berkabar, mengangkat telepon, datang tepat waktu, dan menepati janji. Menurutku janji itu adalah sesuatu yang sakral. Ketika janji hanya untuk diingkari. Maka sudahlah tidak ada makna sebuah janji di dunia ini.

Ada lagi hal aneh. Dia punya satu teman laki-laki yang posesifnya minta ampun. Menurutku dia mengganggu. Dari laki-laki inilah si pacarku itu mendapatkan barang yang tidak semustinya dia pakai. Sehabis dia pacaran denganku, diam-diam dia pergi menemui si teman laki-lakinya ini. Bahkan sekali waktu dia pernah naik angkot untuk menemuinya di Depok. Jika si teman laki-lakinya ini menelepon dan tidak diangkat, dia akan langsung menelepon ibunya. Hubungan seperti apa ini? Hubungan persahabatan yang aneh untuk seorang laki-laki. Dia pun membela temannya itu habis-habisan di depanku. Padahal belum tentu dia membela aku di depan temannya itu. Pertengkaran terakhir kami adalah akibat pacarku itu menutup-nutupi pesan dari temannya itu di telepon selulernya. Jika terjadi sesuatu kepada temannya itu, dia langsung buru-buru mendatangi. Sementara ketika aku jatuh dari motor, rapuh akibat pertengkaran, sakit, apakah dia langsung mendatangiku? Tidak. Dengab berbagai alasan. Aneh bukan, hubungan aku dan pacarku rusak akibat tingkah seorang laki-laki?

Aku lelah untuk segala bentuk pertengkaran ini. Aku lelah dengan segala perbedaan pendapat ini. Dia dengan kehidupannya dan aku dengan kehidupanku. Tidak ada solusi yang dia berikan, dia hanya ingin mengejar mimpinya sendiri. Sepertinya dia belum bisa membagi hidupnya dengan orang lain.

Apakah sampai saat ini aku masih sayang kepadanya? Tentu saja. Apakah aku ingin menikah dengannya? Dengan segala yang telah kami lewati, tentu saja. Tapi apakah keinginanku ini yang terbaik? Apakah aku bahagia? Apakah aku siap menghadapi hidup dalam kecurigaan? Apakah aku siap menerimanya menjadi imam dan tunduk di bawah tangannya dengan pola pikir yang dia punya?

Entah sudah berapa banyak air mata ini mengalir. Entah sudah berapa kali hati ini digerogoti oleh kekecewaan.

Aku mau kamu Endon, tapi aku gak bisa seperti ini terus menerus. Kamu pun tidak memeperjuangkan aku secara maksimal. Kamu hanya dengan nafsumu. Kamu hanya membiarkan semuanya itu mengalir sampai pada akhirnya jatuh ke dalam muara dan mengalir kembali ke anak sungai selanjutnya. Tidak pernah berkomitmen untuk berhenti di satu titik untuk kita berdua.

Mungkin inilah yang disebut dengan manusia hanya bisa berencana, Tuhan yang menentukan segalanya. Sampai saat ini pun aku masih berharap semua baik-baik saja. Tapi, itu hanya harapanku saja. Mungkin di sinilah saatnya sebuah akhir cerita. Mungkin. Aku tidak tahu apa rencana Tuhan selanjutnya.

Selasa, 18 Agustus 2015

Sabtu, 15 Agustus 2015

Omong Kosong!

Apa-apa yang dipaksakan itu tidak akan pernah berjalan dengan baik.
Aku sudah berusaha untuk menjalankan suatu hubungan sesuai dengan keinginannya. Apakah berjalan baik? Tidak.
Salah satu pihak akan merasa merasa diatas awan.
Apa yang aku dapatkan? Tidak ada sama sekali. Hanya sebuah kekecewaan.
Diperlakukan bagai barang. Dipakai jika perlu. Didiamkan jika tak perlu.
Bukan seperti ini yang aku inginkan Tuhan.
Aku ingin kebahagiaan. Bukan menjalankan sesuatu di atas sebuah kesedihan.
Bukan seperti ini.
Aku sudah berada dalam satu titik jenuh. Sangat jenuh.
Ketika aku hanya dituntut untuk berubah, tapi sang lawan tidak berubah. Hanya menikmati kehidupannya sendiri. Apa aku harus terhanyut dalam alur kehidupan yang seperti ini? Tidak.
Apa yang sudah aku lakukan, aku keluarkan, aku habiskan, tidak ada artinya.
Hanya untuk memuaskan saja.
Lupakan Melissa. Kamu tercipta bukan untuk diperlakukan seperti sampah.
“Kebaikan itu semu. Orang baik tidak akan memperlakukanmu seperti ini semua.
Masa depanmu masih panjang. Kamu pasti bisa menemukan yang lebih baik lagi.
Hanya perlu keyakinan.
Jika kamu dianggap berharga, kamu pasti akan diperlakukan istimewa.
Strong Melissa. Kamu itu wanita yang kuat. Pasti Tuhan akan memberikanmu yang terbaik.”
Aku akan coba untuk membekukan ini semua. Aku akan diam jika memang diam dan menghilang memang jalan yang terbaik.
Mungkin aku hanya terlibat dalam sebuah omong kosong!

Cepat atau lambat omong kosong ini akan berlalu dimakan waktu.
Kita cuma cukup menikmati detik-detik yang berlalu.
Sendiri akan lebih baik, jika berdua hanya membawa suatu kesedihan.
Jika memang sudah suratan, cinta akan datang tanpa perlu dipaksakan.

Rabu, 08 Juli 2015

manusia bodoh

Dulu aku menertawakan lagu manusia bodoh. Kok ada yah yang seperti itu. Tapi akhirnya sekarang aku paham mengapa orang bisa menjadi manusia bodoh. Karena aku nengalaminya sendiri. How stupid i am.

Mustinya aku tahu apa yang harus aku lakukan. Tapi aku tidak bisa melakukannya. Aku menuntut untuk mengembalikan masa lalu hingga akhirnya melakukan hal-hal bodoh. Mencoba mempercayai perkataan-perkataan yang tidak masuk akal, yang jelas-jelas berbeda jauh dengan prinsip yang aku yakini selama ini. Aku seolah-olah menggadaikan masa depanku untuk ketidakpastian. Aku seperti orang putus asa.

Tolong aku Tuhan.
Tunjukkan aku jalan yang benar. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Sebenarnya mudah untuk menanggalkan ini semua. Tapi hati kecil ini terus berontak. Aku tahu aku tidak bisa memutar waktu, tapi aku tidak bisa juga menerima mentah-mentah hal yang penuh resiko ini. Ini masalah masa depan. Tapi aku terlalu takut untuk memulai lagi dari nol. Aku tidak terima untuk melupakan semuanya, setelah perlakuan yang aku dapatkan selama ini. Aku merasa hina, Tuhan.
Aku merasa hina dan penuh benci. Tapi perasaan di hati kecil ini yang membuatku ragu. Hingga aku tidak bisa mengambil sikap seperti biasanya. Aku kehilangan prinsipku selama ini.
Apa memang harus seperti ini?
Tapi aku yakin tidak seperti ini.
Bantu aku untuk meyakini bahwa ini hanya pemanasan hingga akhirnya aku bisa bermanuver dan mendapatkan yang terbaik untuk hidup ini.
Perasaan ini tersakiti dan tidak boleh seperti itu. Sakit dibayar dengan sakit.

Rabu, 01 Juli 2015

tak semanis dulu

Tak ada salahnya mengenang masa lalu
Membuka kembali kenangan dari sebuah buku
Terlihat sepasang kekasih sedang bersatu
Saling menggenggam tangan melewati jalanan yang berbatu

Seiring berjalannya waktu
Masalah datang satu persatu
Kisah cinta ini sudah tidak manis seperti madu
Penuh bumbu dan menggerutu

Entah jatuh di mana panah asmara
Membuat cinta rasa nestapa
Tidak ada lagi saling memuja
Yang ada hanya saling menghina

Jikalau boleh si dewi cinta
Kembali menyapa kedua jiwa
Hingga mereka saling menjaga
Susah senang tanggung bersama

Kamis, 25 Juni 2015

Si Tegas yang Bodoh


“Aku gak ngerti sama kamu, orangnya tegas tapi masalah gini gak bisa tegas”
Ya, aku bodoh memang. Bagaimana aku bisa membenci orang yang aku sayang. Selama hampir tiga tahun, selalu ada setiap harinya. Baik lewat suara maupun raga. Setiap ujung kota Jakarta aku pergi bersama dia. Bukan hanya di sini, bahkan beberapa puncak tertinggi pun kami lalui bersama.Terlalu banyak kenangan di benak ini yang tidak mungkin aku lupa. Kalau saja mudah untuk membenci, tapi kenangan-kenangan ini yang bikin sulit untuk benci. Ada yg hilang dalam relung hati ini.
Tawanya, candanya, kelakuan bodohnya. :’(
Makin benci makin rindu.
Begitulah perempuan, semua pakai perasaan.

lucu memang kisah cinta itu.

Aku pikir aku berada dalam sebuah kisah cinta yang tepat. Yang akan berakhir dengan indah dalam sebuah pernikahan hingga akhirnya memiliki keturunan yang kelak akan menggantikan aku untuk meniti kehidupan.

Tapi ternyata itu hanya impianku saja. Orang yang aku pikir mencintaiku dengan sepenuh hati ternyata bukan orang yang tepat. Ya, dia meninggalkan aku begitu saja karena ingin kembali hidup bebas sebebas-bebasnya. Dia ngeloyor pergi gitu aja, kabur, seperti seorang maling.

Kepergiannya ini memang dimulai akibat kesalahanku. Kesalahanku yg sangat fatal. Aku sadar aku salah. Dan aku pun coba untuk memperbaiki ini semua dengan berbagai macam cara. Tapi, apa yang aku dapat? DIMENTAHKAN BEGITU SAJA. Mungkin dia merasa seorang dewa kali yah, kata maaf saja tidak cukup. Entah harus diapain. Yang pasti dia terlalu menjadi pengecut yang takut, hingga hanya bisa diam dan kabur.
Yang paling menyakitkan adalah kemarahannya seperti bom. Tersulut dan ketika meledak efeknya merugikan banyak orang. Bayangkan orang2 yang menolongnya dengan tulus, dikecewakan oleh dia karena ngeloyor pergi begitu saja. Tanpa pamit. Berasa orang hebat kali yah. Padahal tidak bisa apa-apa. Siapa orang yang paling tersakiti? Ibu saya. Bayangkan dia dengan sikapnya yang seperti pengecut membuat terluka hati seorang ibu.

Bodohnya aku terlalu menginginkan perbaikan. Ya, aku tidak mau hubungan yang tadinya bahagia menjadi penuh kebencian seperti ini. Melakukan hal-hal bodoh untuk mencoba memperbaiki hubungan agar bisa jalan kembali. Sesuai dengan rencana pada awalnya. Tapi apa yang terjadi? Tuan itu terlalu angkuh. Merasa dirinya setingkat dewa dan kami di sini sebagai seorang perempuan jarus berubah dan dituntut untuk menerima dia apa adanya.

Aku bukan orang yang sabar. Tapi demi jalan yg mulus aku rela sabar, menunggu, berpikir positif, dan mengalah. Rasa sayangku pun hingga tulisan ini dibuat masih setinggi Himalqya.Tapi itu semua tidak diindahkan. Semua yang aku ucapkan seolah2 mental. Tidak ada artinya. Sombong sekali. Nagaikan lagu pas band yg berjudul impresi. Padahal dia pun tidak bisa membuktikan menjadi seorang imam yang baik. Akhirnya aku pun menyerah. Untuk apalah mempertahankan hubungan dengan orang yang pemikirannya terlalu angkuh dan sombong.

Aku memang salah. Tapi jika diingat2 aku pun banyak tersakiti, dibohongi, dan tidak dianggap. Di luar memang kami terlihat oke, padahal di dalam hati kecil ini meringis.

Setidaknya aku sudah mencoba untuk memperbaiki hal ini. Hingga tidak akan ada adegan sepertj di film drama romantis, merasa menyesal kenapa dulu aku tidak mengejarnya kembali. Aku juga sudah mencoba memperbaiki silaturahmi, tapi dia terlalu aangkuh dan ingin memutuskan silaturahmi itu. Merasa Lebih hebat dari Tuhan kayaknya. Padahal Tuhan saja Maha Pengampun.

Sudah cukup rasanya aku mencoba. Lama-lama akupun muak. Padahal tidak ada jaminan dia bisa menjadi imam yang baik. Bayangkan saja, ketika ada masalah dia ngeloyor pergi meninggalkan pekerjaan dan kehidupan yang sedang dia rintis. Bagaimana nanti? Bisa-bisa ketika dia putus asa tidak bisa menghidupi keluarga dia akan kabur meninggalkan aku dengan anak-anakku. Sangat amat memperlihatkan seorang lelaki yang tidak bertanggung jawab.

Dan yang paling lucu, ketika aku mencoba memperbaiki hubungan. Apa coba yang dia minta? Dia meminta aku untuk membiarkannya memakai ganja. HAHAHA. Perempuan bodoh mana yang ingin punya imam tukang ngeganja. Kasian anak-anak aku nanti, akan punya ayab yang tidak bertanggung jawab, tukang kabur, dan mengganja. Menerima dia apa adanya dengan keadaan seperti itu? EGOIS. Terlalu memikirkan diri sendiri.
Akhirnya aku putuskan untuk ikut meninggalkannya. Untuk apa berlarut-larut. Laki-laki mau enaknya doang. Udah dapet yang enak-enak kabur ketika ada masalah.

Dulu banyak yang mengingatkan untuk mencari yg lebih baik. Tapi aku terlalu percaya diri. Aku terlalu yakin bahwa dia akan berubah dan menjadi jagoanku. Terlalu terbuai oleh kata2 manis dan kebaikannya.

Sudahlah memang lucu kisah cinta ini. Aku sangat terpukul hingga tidak tahu lagi makna cinta. Aku akan kubur dalam2 perasaan ini. Dan menganggap cinta itu omong kosong. Cinta itu hanya sebuah kata yg ambigu.

Selamat tinggal cinta. Kamu bullshit.

Rabu, 03 Juni 2015

Dari Drama Percintaan Menjadi Film Kolosal

Ketika sedang menonton drama percintaan di film televisi, kadang aku berkata dalam hati : repot amat pacarannya. Kalo gak cocok ya putusin. Kalo cocok ya lanjutin.
hahaha

Persis seperti seorang komentator bola, yang berasa lebih jago dari pada seluruh pemain yang ada di lapangan. Coba kalo turun langsung ke lapangan, nendang bola aja belom tentu arahnya betul.

Pada kenyataannya, kehidupan percintaan itu memang tak semudah kata-kata. Memang rumit! Ketika semua sudah memakai perasaan dan pengharapan. Yang logis menjadi tidak logis, yang tidak logis menjadi logis. 

Mungkin kalo seluruh pemeran drama percintaan ini bisa menerima segala sesuatu dengan sabar pasti ceritanya akan berakhir happy ending. Tapi kalo engga, drama percintaan pun bisa menjadi film kolosal. 

Aku pribadi bukanlah orang sabar yang bisa saja menguapkan masalah tanpa penyelesaian masalah. Ya, kadang demi mempertahankan hubungan tiap2 pasangan menguapkan masalah hingga rasanya tidak terjadi apa-apa. Hanya butuh sabar, lupa, lalu memaafkan. Menurut aku sih itu omong kosong. Apalagi untuk masalah yang terjadi berulang kali. Cih, roman picisan.

Ketika ada masalah, aku tipekal orang yang akan mengusut sampe ke akar dan menuntaskannya hingga selesai. Jika terulang, langkah yang sama akan berulang. Tak akan aku kasih setetes masalahpun menguap begitu saja. Kalo perlu marah ya marah.

Lama-lama aku mulai berpikir. Kenapa kehidupan percintaan itu harus rumit. Kenapa dua orang yang saling mencinta itu gak bisa menyesuaikan satu sama lain untuk meminimalisir jumlah pertengkaran akibat berbeda sudut padang atau prinsip.

Entahlah apa rencana Tuhan, mendekatkan aku kepada orang yang dari ujung kepala hingga ujung kaki berbeda. Beda prinsip, sudut pandang, pola pikir, dan tujuan hidup. Hanya akibat suatu kesalahan kita berusaha keras untuk bertahan. Padahal masing-masing tahu kita ini berbeda dunia. Semua jadi terkesan dipaksakan. Aku hanya berharap dan memendam perasaan saja. Mencoba mengemas hubungan ini terlihat baik, tapi tetap saja isi kemasannya berisi perasaan-perasaan busuk.

Hari demi hari aku hanya merasa menjadi orang jahat dalam hubungan ini. Tidak menjadi orang baik. 


Sebenarnya quote ini sudah merepresentasikan segalanya. Mungkin aku dikasih sesuatu yang baik tapi ternyata hal baik itu tidak menjadikan aku menjadi lebih baik. Aku justru semakin memble.

Pertengkaran hari ini membuat aku berpikir bahwa sebenarnya hubungan yang sedang aku jalani ini tidak sehat. Segala hal berbeda membuat yang satu menuntut harus "memahami" yang lainnya. Beberapa prinsip dalam hidup aku pun nampaknya dianggap sepele dan bukan menjadi hal penting, seperti janji yang harus ditepati, waktu yang terus berjalan sehingga harus bergerak cepat, dan kehidupan yang harus dimaknai dengan hal2 penuh makna. Sehingga aku hanya menuntut dan menuntut tapi enggak mendapatkan hasil apa-apa. 

Aku pun menyimpulkan ini hanya sebuah pelajaran bahwa beberapa hal yang kita harap dan kita inginkan tetu tidak akan bisa kita dapatkan dari orang lain. Mungkin harapan untuk menata masa depan pun belum twntu bisa didapatkan jika kita berubah menjadi orang yang tidak baik.

Berulang-ulang coba untuk diperbaiki tapi sering kali rasa hasilnya cuma kecewa. Jadi untuk apa.

Pertengkaran hari ini pula yang memberikan aku jawaban. Jawaban dari segala pertanyaan. Jawaban ini bukan berbentuk dugaan tapi berupa ucapan beribu makna yang menjawab keraguanku selama ini. Setidaknya ucapan tersebut tidak akan membuatku gamang untuk menjalani hari esok. Justru membuatku berpikir semakin jernih terhadap suatu realita kehidupan. Dan aku menerima dengan seksama jawaban tersebut.

Hal-hal berbau romantisme itu berbatas waktu. Terluapkan sewaktu-waktu dan teruapkan seiring berjalannya waktu. Hal romantis dan akhir bahagia dari suatu hubungan itu hanya ada di drama film televisi saja. Kalau di kehidupan nyata seperti ini janganlah berharap lebih.

Manusia memang boleh berencana, tapi keputusan tetap di tangan Tuhan. Aku hanya manusia yang tidak bisa memaksakan semuanya. 

Rabu, 29 April 2015

Tentang (Perasaan) Perempuan

Entahlah, aku juga kadang tidak tahu apa yang ada dipikiranku. Ketika dada mulai berdegup kencang, nafasku tersengal-sengal, seolah semuanya buntu. Eksekusi tidak peduli. Apa yang terlintas paling cepat itu yang akan terjadi.

Aku tidak begitu paham bagaimana kebanyakan perempuan bisa begitu sabar, bisa begitu lembut, bisa menerima kesalahan dengan mudah. Aku enggak bisa seperti itu. Jika kita tersakiti hendaknya orang yang menyakiti itu harus dapat perasaan sakit yang setimpal. Nyawa dibalas nyawa, kasarnya seperti itu.

Aku mungkin lemah perasaan, tapi pribadiku keras seperti batu. Aku tidak akan menyerah hingga aku puas.

Tidak seperti sebagian besar perempuan memang. Tapi ya seperti ini. Aku tidak bisa toleransi kepada kesalahan, sekecil apa pun itu. Terkadang aku tidak tahu apa itu makna kata maaf ketika perasaan sudah tersakiti.

Hhhh..
Aku butuh ketenangan untuk mengantisipasi ini semua. Tapi tidak berlarut-larut. Cukup bikin pikiran tenang, ketegangan merenggang.

Kamis, 09 April 2015

Hambar

Kamis ini tak terasa manis
Hambar kurasa
Tak ada lagi rasa-rasa
Kehambaran ini semakin mengada-ada
Berjalan pada detik-detik tanpa tau makna
Hanya dilalui dengan apa adanya

Mati rasa.

Kamis, 19 Maret 2015

Kepo atau Mencari Kabar?

Mustinya aku mengerjakan tugas kuliahku, tapi entahlah. Tak semangat aku menyentuh buku-buku tebal itu. Aku lebih memilih untuk berselancar di dunia maya, bercengkrama dengan media sosial. Orang-orang bilang kegiatan ini kepo tapi kalau aku sendiri lebih memandangnya dengan mencari kabar.

Beberapa waktu lalu temanku meninggal dunia. Teman kuliahku dari awal semester, penjurusan, hingga KKN. Setelah sekian lama tidak bertemu, tidak bertukar kabar, tiba-tiba kabar yang datang adalah kabar duka.

Kejadian ini seolah-olah menamparku secara halus. Sombong sekali aku ini. Tidak tahu menahu tentang kabar seorang teman, bahkan lupa untuk mencari tahu. Hm, payah! Terlalu asyik sendiri menikmati hari-hari tanpa ingin mencari tahu kabar teman sendiri. Tenggelam dalam aktivitas sehari-hari hingga lupa bercengkrama dengan teman walau hanya sekedar haha hihi. Tapi tak mungkinlah aku juga menyapa mereka satu-satu.  Tapi silaturahmi itu penting.

Beruntunglah sekarang ada media sosial ini. Media bersilaturahmi paling instan. Dari sinilah aku bisa mengetahui apakah teman-temanku dalam keadaan bahagia, sedih, sehat, ataupun sakit. Cukup membaca apa yang mereka tuliskan, atau memandang foto yang mereka pasang. Kadang aku tersenyum sendiri melihat apa yang mereka bagi. Aku kasih "jempol biar mereka tahu dari jauh sini aku memerhatikannya.

Sayangnya, kegiatan mencari kabar ini malah dianggap kepo, update status dibilang lebay, berbagi foto dibilang pamer. Jika menanyakan kabar secara langsung terkadang dianggap sepele. Ngajak ketemuan dibilang enggak ada waktu. Kalo kirim pesan peribadi malah ditanya balik "siapa ini?" Hahaahaha.. serba salah. Memang ada orang yang numpang lewat dan ada yang menetap.

Janganlah disepelekan "apa kabar?" Karena ketika seseorang bertanya, sesungguhnya mereka sedang memehatikanmu. Ketika nanti hanya tinggal nama yang ada hanya penyesalan. Mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi, mengungkapkan yang baik-baik, tapi semuanya percuma karena hanya tinggal sebuah nama.

Siapapun yang membaca tulisan ini biarkan aku tahu kabar kalian seperti apa.

Kabarku? Alhamdulillah baik-baik saja. Sehat tapi suka pusing dikit-dikit, giginya bolong-bolong.
Saat ini aku tinggal di Jakarta Barat, bekerja menjadi seorang Reporter di Majalah National Geographic Kids Indonesia. Badannya tetap gendut. Lagi suka banget jalan-jalan apalagi ke gunung. Sekarang punya pacar namanya Teguh Waspada, tapi kerjaannya berantem melulu. Hihihihi

Senin, 26 Januari 2015

Menyerah pada langit malam.


Ditengah keramaian lampu kota, menjulang tinggi sebuah menara. Seolah-olah ia mencoba menggapai langit malam dan memberikan secercah cahaya di sana. Tapi sebagaimanapun sang menara mencoba, langit tetaplah hitam, kelam. Kesunyian malam seolah tidak menggubris apa yang sedang terjadi.

Akhir-akhir ini aku merasa seperti menara itu. Sendirian menjulang tinggi disekitar keramaian. Tidak ada yang menemaniku di atas sini. Semua melihatku, tapi ya berlalu begitu saja.

Mungkin mereka datang untuk melihat apa yang ingin mereka lihat dari puncak menara. Tapi ketika sudah berhasil, mereka turun kembali dari menara. Lupa dengan apa yang sudah terjadi.
                                                   
Biarlah, mungkin kesunyian ini suratan takdir yang memang harus aku lewati. Biarlah aku tertawa bersama dunia, jangan sampai dunia bersedih bersamaku.

Lelah aku melihat ke sekitar. Hingga aku mencoba untuk melihat langit malam. Aku melihat ke segala penjuru. Penuh dengan misteri malam. Mungkin ada baiknya aku berkawan dengannya.

Malam menyambutku dengan baik, dengan kesunyian, dan dengan kegelapan. Aku tidak peduli dengan semua itu. Dengan cahaya yang menjadi bagian dari tubuhku, aku optimis untuk menerangkan langit malam.

Aku mencoba dengan berbagai cara agar malam bisa menjadi terang. Aku pun tak malu untuk minta bantuan dari sang rembulan. Akhirnya aku melihatnya. Aku melihat gradasi warna di ufuk sana. Aku bahagia. Tapi ternyata itu hanya sementara.

Langit malam tetaplah langit malam. Setinggi apapun aku menjulang ditemani oleh lampu-lampu yang temaram, langit malam ya tetap langit malam tidak bisa berubah. Walau sudah berbagai upaya dilakukan, langit malam begitu angkuh untuk menerima cahaya yang kuberikan, cahaya yang kubawa, dan cahaya yang kuperjuangkan. Bahkan ia tidak peduli dengan rembulan. Langit malam tetap kelam, dan menyimpan berbagai misteri.                           

Aku sudah berada pada titik lelah. Terserah. Mungkin sudah begini keadaannya. Aku sudah tidak mau mencoba lagi. Biarlah langit malam tetap seperti itu keadaannya. Mungkin aku yang harus menyerah. Pasrah.

Mungkin aku lebih baik menunggu langit cerah di pagi hari. Tak perlulah aku terlalu berusaha untuk menerangkan kegelapan, menjulang tinggi untuk menguak misteri kegelapan. Aku hanya perlu menyesuaikan diri, berbaur dengan cahaya mentari. Suatu waktu, langit malam pun akan berganti dengan pagi. Jauh dari kesunyian dibaluti oleh keramaian, membawa senyum kebahagiaan.